Perjalanan Puisi Ku
Bermula ketika aku masih SD, aku mengikuti lomba puisi.
Menurut kata orang penjiwaanku terhadap puisi lumayan baik, makanya mereka
percaya padaku sebagai perwakilan sekolah untuk berperang memperebutkan Juara.
Jalan yang sangat tidak mulus, sangat berbeda dengan apa yang aku yakini dan
bayangkan. Tidak setiap lomba aku menang, bahkan malah sering kalah. Tetapi aku
mendapat pelajaran yang sangat berharga selama perjalananku itu. Aku mulai
menghargai orang lain, tidak meremehkan mereka, dan tidak terlalu berbangga
diri.
Setelah menginjak SMP, sudah tidak ada lagi lomba baca puisi
yang aku ikuti, tapi ketika diperpustakaan sekolah aku menemukan sebuah buku.
Buku tentang perjalanan seorang sufi, aku lupa judulnya apa, walaupun
sebenarnya aku tak begitu berminat dengan buku tersebut, toh aku masih
membacanya bahkan sampai selesai. Dari buku itulah aku mempelajari banyak hal
tentang bagaimana seorang sufi berfikir dan beriman serta membuat syair yang
begitu indah sebagai pujiannya kepada Sang Pencipta. Meraka tidak perlu harta,
pakaian dan tempat tinggal yang mewah, mereka hanya berkelana untuk menyatukan
diri kepada tuhan, sehingga dengan begitu syair yang sempurna pun tercipta.
Terlepas dari masalah keyakinan yang mereka miliki, dan aku
termasuk orang yang menentang keyakinan tersebut, ada hal menarikk yang ku
pelajari tentang syair yang mereka buat, kita anggap saja bahwa syair itu
bahasa sederhananya adalah puisi, walaupun sebenarnya syair dan puisi adalah dua hal yang berbeda.
Banyak materi yang terlupa dari buku yang aku baca itu, tapi
aku akan menjelaskan beberapa materi inti yang menjadi pedomanku dalam membuat
puisi yang aku ingat sampai sekarang.
1.
Puisi tersebut harus mengandung unsur filosofi,
baik tersurat ataupun tersirat.
2.
Untuk pemakaian vokal a, i dalam puisi,
mengisyaratkan bahwa puisi itu menceritakan tentang suasana bahagia dan senang.
Baik letaknya di akhir bait atau pun secara keseluruhan puisi.
Contoh :
...
Andai saja kalian tahu
Betapa kami berdua
Saling menghidangkan
Cawan-cawan cinta
Meski tanpa jari-jemari
...
Puisi
Ibnu Arabi (huseinmuhammad.net/puisi-puisi-kerinduan-ibnu-arabi/)
3.
Untuk pemakaian vokal u, o, e mengisyaratkan
kekelaman, kesedihan, kegelapan, kebencian, dll. Baik di akhir bait ataupun
keseluruhan puisi.
Contoh :
...
Gila berlari berkampung-kampung
Hendak mencari tempat berlindung
Kepada Allah meminta tolong-tolong
Tobatlah aku berbuat bohong
...
Puisi dari mnur89.blogspot.com
Hanya 3 poin saja yang aku ingat, hahahaha.. tapi tak apalah
yang penting tiga poin tadi adalah kunciku untuk membuat puisi. Aku tidak
beralian sufiisme ya, Cuma aku memang
menggunakan cara pembuatan puisinya sebagai referensi.
Mungkin cukup sekian penjelasan ngalor-ngidul ku. Kalau
mungkin ada yang ingin ditanyakan dan tidak berkenan aku mohon maaf, aku hanya
menuliskan apa yang aku percaya.
Selanjutnya aku akan coba mendeskripsikan puisi yang pernah
aku buat. Sayangnya dulu aku belum sempat menulis tanggal kapan puisi itu
dibuat.
Komentar